Kamis, 15 Desember 2016

LUPUS ERITEMATOSUS SYNDROME


PENYAKIT LUPUS
A.    PENDAHULUAN
Lupus atau lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE) dikenal dengan sebutan si peniru ulung atau penyakit seribu wajah. Sebutan ini muncul karena penyakit ini dapat menunjukkan gejala yang beragam yang dapat menyerupai berbagai penyakit lain sehingga sering kali sulit atau terlambat didiagnosis. 
Jumlah penyandang lupus makin bertambah. Sayangnya, masih banyak yang belum mengenal dengan baik penyakit ini. Padahal lupus dapat menyebabkan kegagalan organ tubuh, kecacatan hingga kematian. Agar dapat mendapat hasil pengobatan yang baik, deteksi dini merupakan hal yang penting.  Oleh karena itu, seluk beluk mengenai lupus penting untuk diketahui.

B.    PENGERTIAN
Lupus tergolong suatu penyakit autoimun kronik. Penyakit autoimun adalah suatu kelainan dimana sel kekebalan tubuh (sel imun) menyerang sel tubuh sendiri. Lupus bersifat sistemik yaitu dapat menyerang berbagai organ, mulai dari kulit, sendi, sel-sel darah, jantung, paru, ginjal, sampai sistem saraf. Lupus ditemukan lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki. Sekitar 65% pasien lupus berusia 16-55 tahun.
Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit autoimun artinya tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, yang akhirnya merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit dan organ lain. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.
Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat dengan kata lain, sistem imun yang terbentuk berlebihan. Kelainan ini dikenal dengan autoimunitas. Pada satu kasus penyakit ini bisa membuat kulit seperti ruam merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). Pada kasus lain ketika sistem imun yang berlebihan itu menyerang persendian dapat menyebabkan kelumpuhan (lupus SLE).
SLE (Sistemics lupus erythematosus) adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoimun dalam tubuh.
SLE atau LES (lupus eritematosus sistemik) adalah penyakit radang atau imflamasi multisystem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan system imun (Albar, 2003).


C.    PENYEBAB
Lupus bukan penyakit menular. Lupus dapat muncul pada seseorang yang memiliki faktor genetik yang kemudian dipicu oleh faktor lingkungan dan hormon.
Faktor lingkungan yang dapat menjadi pemicu lupus antara lain sinar ultraviolet, infeksi virus, atau penggunaan obat tertentu.
Faktor hormon yang dapat berpengaruh yaitu estrogen dan prolaktin. Karena adanya pengaruh estrogen tersebut, lupus lebih banyak ditemukan pada perempuan. Hormon lain yang dapat berpengaruh yaitu vitamin D.  Kekurangan vitamin D dapat meningkatkan risiko dan aktivitas penyakit lupus.

D.    TANDA DAN GEJALA
Gejala penyakit lupus beragam, mulai dari ringan sampai berat bahkan bisa sampai mengancam nyawa. Gejala yang muncul tergantung dari organ tubuh yang terkena.
Gejala lupus yang sering ditemukan yaitu demam berkepanjangan dan mudah lelah; nyeri, kaku, dan bengkak sendi; kelainan kulit yang muncul/memberat dgn pajanan sinar matahari, serta ruam kemerahan di wajah.
Gejala lain yang bisa ditemukan tergantung dari bagian tubuh yang terkena. Gejala-gejalanya adalah sebagai berikut:
·         Kulit                                  :    Ruam berbentuk bulat dan menonjol  rambut rontok 
·         Ginjal                                 :    bengkak di seluruh tubuh, buang air kecil berkurang, peningkatan  tekanan darah 
·         Susunan saraf pusat/otak   :    kejang, penurunan kesadaran, kelumpuhan 
·         Jantung                              :    sesak napas, bengkak di kaki, nyeri dada
·         Paru                                   :    sesak napas, batuk darah, nyeri dada, terdapat cairan dan selaput paru
·         Sel darah                            :    lemas, perdarahan. penurunan jumlah sel darah merah (anemia), sel darah putih  atau trombosit 
·         Mata                                  :    penurunan penglihatan 
Gejala-gejala tersebut tidak hanya ditemukan pada penyakit lupus. Dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah gejala-gejala tersebut disebabkan lupus atau penyakit lain.
E.    DIAGNOSIS
Dokter akan mendiagnosis berdasarkan temuan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Dokter akan melakukan pemeriksaan untuk mencari gejala dan tanda yang mendukung diagnosis lupus. Dokter akan berpikir ke arah diagnosis lupus terutama bila ditemukan gejala demam berkepanjangan disertai nyeri sendi dan ruam pada perempuan muda usia reproduksi. 
Bila terdapat gejala dan tanda yang mengarah pada penyakit lupus, dokter akan meminta dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis lupus atau menyingkirkan kemungkinan penyebab lain. Beberapa pemeriksaan disesuaikan dengan gejala atau organ yang terkena. Berikut ini pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis lupus:
·         Pemeriksaan darah: sel darah merah (hemoglobin)/sel darah putih (leukosit) /trombosit, laju endap darah, fungsi hati (SGOT/SGPT), fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah), albumin darah, komplemen (C3/C4) serta pemeriksaan autoantibodi (ANA/antinuclear antibody, anti-dsDNA)
·         Pemeriksaan urin lengkap
·         Pemeriksaan penunjang lain, misalnya: rontgen dada, CT scan/MRI kepala bila dicurigai mengenai sistem saraf pusat, EKG dan echocardiografi bila dicurgai keterlibatan jantung, USG abdomen, serta biopsi (pengambilan jaringan) sesuai organ yang terkena seperti kulit atau ginjal.
Pada tahun 1982 American College of Rheumatology atau American Rheumatism Association (ARA) menetapkan “Sebelas Kriteria Lupus” untuk membantu dokter mendiagnosis lupus dan yang diperbaharui tahun 1997. Kriteria SLE ini mempunyai selektivitas 96%. Diagnosa SLE dapat ditegakkan jika pada suatu periode pengamatan ditemukan 4 atau lebih kriteria dari 11 kriteria yaitu :
1.      Artritis, arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai rasa nyeri, bengkak, atau efusi dimana tulang di sekitar persendiantidak mengalami kerusakan
2.      Tes ANA diatas titer normal = Jumlah ANA yang abnormalditemukan dengan immunofluoroscence atau pemeriksaan serupajika diketahui tidak ada pemberian obat yang dapat memicu ANAsebelumnya
3.      Bercak Malar / Malar Rash (Butterfly rash) = Adanya eritema berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah pipi sekitarhidung (wilayah malar)
4.      Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari = peka terhadap sinar UV /matahari, menyebabkan pembentukan atau semakin memburuknya ruam kulit
5.      Bercak diskoid = Ruam pada kulit
6.      Salah satu Kelainan darah :
a)      anemia hemolitik,
b)      Leukosit < 4000/mm³,
c)      Limfosit<1500/mm³, dan
d)     Trombosit <100.000/mm³
7.      Salah satu Kelainan Ginjal :
a)      Proteinuria > 0,5 g / 24 jam,
b)      Sedimen seluler = adanya elemen abnormal dalam air kemih yang berasal dari sel darah merah/putih maupun sel tubulus ginjal
8.      Salah satu Serositis :
a)      Pleuritis,
b)       Perikarditis
c)      Salah satu kelainan Neurologis :
d)      Konvulsi / kejang,
e)      Psikosis
f)       Ulser Mulut, Termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapatditemukan
9.      Salah satu Kelainan Imunologi :
a)      Sel LE+
b)      Anti dsDNA diatas titer normal
c)      Anti Sm (Smith) diatas titer normal
d)     Tes serologi sifilis positif palsu

F.    PENGOBATAN
Penanganan menyeluruh penting dalam pengobatan lupus. Lupus adalah penyakit kronik yang membutuhkan pengobatan jangka panjang. Hal tersebut sering kali menyebabkan frustasi atau kebosanan bagi pasien dan keluarga. Komunikasi dan hubungan yang baik antara dokter dan pasien sangat penting untuk mengurangi gejala, mencegah kekambuhan, mengurangi efek samping obat, serta memperbaiki kepatuhan pasien. Dukungan perawat, keluarga pasien, serta support group dari sesama penyandang lupus juga penting untuk mengoptimalkan pengobatan.
Pasien harus mendapat informasi yang cukup tentang penyakitnya, pengobatan yang dijalani, dan kemungkinan efek samping dari obat yang dikonsumsi. Pasien dianjurkan mengonsumsi makanan dengan nutrisi seimbang yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Konsumsi makanan disesuaikan dengan aktivitas penyakit dan respons terhadap terapi. Pasien juga mendapat penjelasan mengenai bagaimana melakukan aktivitas fisik sesuai dengan derajat penyakitnya. Pasien lupus disarankan untuk menghindari pajanan sinar matahari dan menggunakan tabir surya terutama yang dapat memblok UV-A dan UV-B, berhenti merokok, menghindari stres, dan tidak sembarangan mengonsumsi suplemen atau herbal yang tidak dianjurkan oleh dokter. Pasien juga disarankan untuk menghindari kehamilan selama kondisi penyakit masih aktif karena terdapat risiko keguguran dan memberatnya gejala lupus. 
Pengobatan lupus bertujuan mengontrol penyakit agar tidak aktif, mengurangi peradangan dan gejala serta mencegah kerusakan organ. Obat-obatan yang diberikan antara lain obat nyeri, suplemen vitamin D dan kalsium, serta obat untuk menekan sel kekebalan tubuh agar tidak berlebihan (imunosupresan). Pilihan dan dosis obat imunosupresan tersebut disesuaikan dengan organ yang terkena dan berat penyakit. Pilihan obat imunosupresan untuk lupus antara lain steroid (prednison atau metalprednisolon), azathioprine, mycophenolic acid, siklofosfamid, siklosporin, atau klorokuin. Selain obat-obat tersebut, pasien lupus bisa mendapat obat lain yang berhubungan dengan penyakit yang menyertai seperti obat pengencer darah bila terdapat pengentalan darah, obat untuk infeksi (antibiotika), obat darah tinggi, obat penurun kolesterol, obat jantung, atau obat untuk pengeroposan tulang (osteoporosis).
Agar pengobatan bisa optimal, pasien dengan lupus harus minum obat dan kontrol secara teratur. Pasien diingatkan untuk kontrol sesuai anjuran dokter agar aktivitas penyakit dapat dipantau, dosis obat dapat disesuaikan dan kemungkinan efek samping obat dapat dicegah. Keberhasilan pengobatan membutuhkan peran pasien untuk menjalani pengobatan dengan baik serta dokter, perawat, dan keluarga untuk memberikan dukungan, perhatian, dan pemantauan.
Pengobatan dapat berupa :
1.      Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg per hari s/d 6 bulan postpartum)  (metilprednisolon 1000 mg per 24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off).
2.      AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
3.      Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
4.       Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3 minggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar