Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Proses
terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu,
agen
infeksi
(patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor
risiko pada
pejamu dan
pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya
infeksi (HAIs), baik pada
pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian
infeksi terdiri dari :
a. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya
tahan pejamu dapat meningkat dengan
pemberian
imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(imunoglobulin).
Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan
meningkatkan
daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi
agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun
kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi
c. Memutus rantai penularan. Hal
ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah
penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas
dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah
disusun dalam
suatu “Isolation
Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua
pilar/tingkatan
yaitu “Standard
Precautions” (Kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased Precautions”
(Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen apa saja dari
kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya.
d. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post
Exposure Prophylaxis” / PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal
ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan
melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas
pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV. Untuk lebih jelasnya akan
dibahas pada bab selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar