Kamis, 17 November 2016

STANDAR PERAWATAN LUKA

STANDAR  PROSEDUR PERAWATAN LUKA

A.     DEFINISI

Perawatan luka adalah tindakan perawatan (3  M)  mencuci,  membuang  jaringan mati, dan  membalut  luka  yang dilakukan berdasarkan hasil pengkajian luka dan disesuaikan dengan kondisi luka saat itu.

B.     TUJUAN

1.      Mengoptimalkan kenyamanan dan keamanan pasien
2.      Meminimalkan penggantian balutan  dengan tetap mempertahankan konsep lembab
3.      Mengurangi resiko komplikasi

C.     PERSIAPAN ALAT

Set ganti balutan :
1.      Handscoon
2.      Gunting jaringan
3.      Pinset  anatomis
4.      Nieerbekken
5.      Gunting verband
6.      Cairan pencuci luka
7.      Topical terapi (sesuai dengan kondisi luka)
8.      Perekat (plester,elastic verband, transparent  film)
9.      Status pasien
10.   Ballpoint (pena)

D.    PROSEDUR

1.      Ucapkan salam, perkenalkan diri, jelaskan prosedur serta tujuan yang akan dilakukan terhadap luka klien
2.      Melakukan komunikasi  terapeutik sebelum, selama dan sesudah melakukan tindakan.
3.      Cuci tangan sebelum melakukan tindakan, desinfeksi dengan menggunakan alcohol gel saaat mengganti handscoon
4.      Gunakan handscoon, dan lakukan penggantian handscoon saat mencuci, mengkaji, dan membalut luka (minimal 3 x ganti handscoon)
5.      Buka balutan luka dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya perdarahan atau trauma  pada luka
6.      Cuci luka dengan menggunakan sabun atau larutan fisiologis non toksik  bagi luka kemudian bilas hingga bersih
7.      Bersihkan tepi luka dan kulit sekitar luka
8.      Lakukan pengkajian terhadap luka dengan cara seksama dan sesuai dengan prosedur serta format pengkajian luka
9.      Bila terdapatr jaringan nekrotik (warna kuning atau hitam), lakukan debridement dengan gunting atau bisturi
10.   Berikan topical terapi sesuai dengan warna luka,  jumlah eksudat dan  adanya tanda infeksi.




a.      Warna dasar luka

JENIS TOPIKAL TERAPI
WARNA DASAR LUKA
PINK
MERAH
KUNING
HITAM
Metcovazin




Hydrogel




Hydrocolloid




Ca alginate




Hydrocellulose




Collagen





b.      Jumlah eksudat

JENIS TOPIKAL TERAPI
JUMLAH EKSUDAT
BANYAK
SEDANG
SEDIKIT
TIDAK ADA
Metcovazin + gauze




Transparent film




Hydrocolloid




Ca alginate




Hydrocellulose




Foam





c.      Tanda-tanda infeksi

JENIS TOPIKAL TERAPI
GOLONGAN BAKTERI
GRAM +
GRAM -
ANAEROB
FUNGI
Metcovazin gold




Ion silver




Hydrophobic






11.   Balut luka secara occlusive/tertutup (moisture balance)  pada beberepa jenis topial terapi tidak memerlukan kassa lagi sebagai balutan kedua misalnya hidrokoloid dan foam.
12.   Berikan tambahan padding (gaas/gauze) pada luka yang memiliki eksudat sangat banyak
13.   Tutup dengan perekat (plester atau elastic verban)
14.   Kaji pergerakan dan rasa nyaman pasien setelah pembalutan
15.   Bersihkan dan rapihkan alat
16.   Berikan informasi kapan penggantian balutan berikutnya
17.   Ajarkan tindakan emergensi yang diperlukan dalam merawat luka sebelum waktu control
18.   Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan


BEBERAPA DEFINISI YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFEKSI

Beberapa Batasan / Definisi yang berhubungan dengan infeksi

1.     Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai Carrier.
2.     Infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
3.     Penyakit infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
4.     Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5.     Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau luka bakar), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
6.     Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS) : sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut : (1) hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2) takikardi (sesuai usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia) atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan infeksi disebut “Sepsis”.

7.     Healthcare-associated infections” (HAIs) : An infection occurring in a patient during the process of care in a hospital or other healthcare facility which was not present or incubating at the time of admission. This includes infections acquired in the hospital but appearing after discharge, and also occupational infections among staff of the facility.

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen
infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko pada
pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya
infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
a. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan
pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan
meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi
c. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas
dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah
disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua
pilar/tingkatan yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen apa saja dari kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya.
d. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” / PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.

MANAJEMEN PERAWATAN LUKA MODERN

Perawatan Luka Modern


A.    Pendahuluan

Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang  melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.

B.     Definisi Luka, Klasifikasi dan Proses Penyembuhan Luka

Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. 
Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan.
Klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi:
a.     superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; 
b.     partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan 
c.      full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang. 
Adapun klasifikasi berdasarkan sifat yaitu :
a.     abrasi,
b.     kontusio,
c.      insisi,
d.     laserasi,
e.     penetrasi,
f.       puncture,
g.     sepsis, dll.
Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a.     Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
b.     Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
c.      Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
Berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu.

Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.

C.    Proses Penyembuhan Luka

Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih (overlap)
Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka tersebut
Fase penyembuhan luka :
1.     Fase inflamasi :
·        Hari ke 0 – 5
·        Respon segera setelah terjadi injuri  pembekuan darah  untuk mencegah kehilangan darah
·        24 jam pertama  saat terjadi perlukaan,  Neutrophil, Monocytes,  dan Macrophage bertugas mengontrol pertumbuhan bakteri  dan membuang  jaringan mati (mempersiapkan dasar luka)
·        Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
·        Fase awal terjadi haemostasis
·        Fase akhir terjadi fagositosis
·        Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
2.     Fase proliferasi or epitelisasi
·        Dimulai  sejak 24 jam setelah terjadi luka dan mungkin berlanjut hingga 21 hari
·        DItandai dengan 3 keadaan :
a)     Granulasi
b)     Epitelisasi
c)     Pembentukan kolagen
·        Disebut juga dengan fase granulasi karena adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka
·        Masa granulasi luka nampak merah segar, mengkilat
·        Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
·        Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
·        Pembentukan lapisan epitel adalah untuk menutupi dan melindungi luka dari bakteri dan kehilangan cairan
·        Pada masa ini sangat penting untuk  menciptakan  lingkungan luka yang lembab agar mempercepat proses pertumbuhan jaringan epitel
·        Lapisan ini sangat  rapuh  dan mudah  hancur  dengan irigasi luka yang memiliki tekanan tinggi atau pembersihan luka yang kasar.
·        Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
·        Pada masa pembentukan kolagen sangat membutuhkan oksigen, zat besi, vitamin C, seng, magnesium dan protein
3.      Fase maturasi atau remodeling
·         Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun
·        Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
·        Terbentuk jaringan parut (scar tissue)  50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
·        Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan

D.    Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka

1.     Status Imunologi
2.     Kadar gula darah (impaired white cell function)
3.     Hidrasi (slows metabolism)
4.     Nutritisi
5.     Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
6.     Suplai oksigen dan vaskularisasi
7.     Nyeri (causes vasoconstriction)
8.     Corticosteroids (depress immune function)

E.     Manajemen  Luka

Konsep perawatan luka modern mempertimbangkan penampilan luka, bukan penyebab luka. Penampilan luka berbeda, penanganan berbeda
Paling penting dalam   manajemen  perawatan luka adalah  ”preparasi  luka”   (persiapan penampilan dasar luka).
Untuk itu diperlukan pengetahuan  dasar   tentang penampilan luka.
Pada konsep perawatan luka modern, manajemen perawatan luka akut dan kronis adalah dengan menggunakan metode 3 M, yaitu :
1.     Mencuci luka
2.     Membuang jaringan mati (nekrotik)
3.     Memilih balutan yang tepat
Namun semuanya tetap harus melalui proses keperawatan yang komprehensif meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi, dan yang tidak kalah penting adalah dokumentasi.
1.      Pengkajian
a.     Kondisi luka
1)     Warna dasar luka
a)     Slough (yellow)
b)     Necrotic tissue (black)
c)     Infected tissue (green)
d)     Granulating tissue (red)
e)     Epithelialising (pink)
2)     Lokasi, ukuran (panjang, lebar, diameter) dan kedalaman luka
3)     Eksudat
4)     Odor
5)     Tanda-tanda infeksi
6)     Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban      
b.     Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
c.      pengkajian Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
d.     pengkajian Status vascular : Hb, TcO2
e.     Pengkajian Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain
f.       Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya

2.     Perencanaan
Langkah pertama dalam melakukan perencanaan perawatan luka adalah dengan menggunakan TIME Manajemen yang terdiri dari :
a.     Tissue management (manajemen jaringan dasar luka),
b.     Inflamation control (control inflamasi),
c.      Moisture balance (kelembaban seimbang), dan
d.     Epitelial edge (pembentukan epitel tepi luka) .
Tujuan dari perencanaan perawatan luka dengan menggunakan TIME Management ini adalah menyiapkan dasar luka (Wound Bed Preparation) agar luka dapat sembuh secara optimal sesuai dengan prinsip perawatan luka yang lembab.
a.     Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter (bapak perawatan luka lembab) pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1)     Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2)     Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3)     Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering
4)     Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5)     Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.

Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1)     Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka (absorbing)
2)     Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
3)     Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4)     Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
5)     Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)
Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
1)     Apakah suplai telah tersedia?
2)     Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
3)     Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
4)     Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
5)     Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
6)     Bagaimana cara mengevaluasi?

b.     Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya

1)     Film Dressing
a)     Semi-permeable primary atau secondary dressings
b)     Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
c)     Conformable, anti robek atau tergores
d)     Tidak menyerap eksudat
e)     Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
f)       Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
g)     Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm

2)     Hydrocolloid
a)     Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
b)     Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
c)     Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
d)     Waterproof
e)     Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
f)       Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
g)     Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel

3)     Alginate
a)     Terbuat dari rumput laut
b)     Membentuk gel diatas permukaan luka
c)     Mudah diangkat dan dibersihkan
d)     Bisa menyebabkan nyeri
e)     Membantu untuk mengangkat jaringan mati
f)       Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
g)     Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
h)     Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
i)       Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan

4)     Foam Dressings
a)     Polyurethane
b)     Non-adherent wound contact layer
c)     Highly absorptive
d)     Semi-permeable
e)     Jenis bervariasi
f)       Adhesive dan non-adhesive
g)     Indikasi : eksudat sedang s.d berat
h)     Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
i)       Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva

5)     Terapi alternative
a)     Zinc Oxide (ZnO cream)
b)     Madu (Honey)
c)     Sugar paste (gula)
d)     Larvae therapy/Maggot Therapy
e)     Vacuum Assisted Closure
f)       Hyperbaric Oxygen

3.     Implementasi
a.     Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound) – warna dasar luka kuning (yellow)
1)     Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue)
2)     Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
3)     Untuk merangsang granulasi
4)     Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
5)     Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan hydrofibre dressings
b.     Luka Nekrotik – warna dasar luka hitam (black)
1)     Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
2)     Berikan lingkungan yg kondusif u/autolysis
3)     Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
4)     Hydrogels, hydrocolloid dressings
c.     Luka terinfeksi – warna dasar luka hijau (green)
1)     Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka
2)     Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
3)     Wound culture – systemic antibiotics
4)     Kontrol eksudat dan bau
5)     Ganti balutan tiap hari
6)     Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver dressings
d.     Luka Granulasi – warna dasar luka merah (red0
1)     Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga kelembaban luka
2)     Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
3)     Moist wound surface – non-adherent dressing
4)     Treatment overgranulasi
5)     Hydrocolloids, foams, alginates
e.     Luka epitelisasi – warna dasar luka pink
1)     Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-surfacing”
2)     Transparent films, hydrocolloids
3)     Balutan tidak terlalu sering diganti
f.       Balutan kombinasi

Tujuan
Tindakan
Rehidrasi
Hydrogel + film
atau hanya hydrocolloid
Debridement (deslough)
Hydrogel + film/foam
Atau hanya hydrocolloid
Atau alginate + film/foam
Atau hydrofibre + film/foam
Manage eksudat sedang
s.d berat
Extra absorbent foam
Atau extra absorbent alginate + foam
Atau hydrofibre + foam
Atau cavity filler plus foam

4.     Evaluasi dan Monitoring Luka
a.     Dimensi luka : size, depth, length, width
b.     Photography
c.     Wound assessment charts
d.     Frekuensi pengkajian
e.     Plan of care

5.     Dokumentasi Perawatan Luka
a.     Potential masalah
b.     Komunikasi yang adekuat
c.     Continuity of care
d.     Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
e.     Harus bersifat faktual, tidak subjektif
f.       Wound assessment charts