Jumat, 29 Januari 2021

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI AKIBAT COVID - 19

ASUHAN KEPERAWATAN TN. A DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI AKIBAT PNEUMONIA COVID-19 I. PENGKAJIAN A. IDENTITAS Nama : Tn. A TTL : 26 Maret 1971 Alamat : Jl. Nilam VI No. 25 RT 014 / 002 Kel. Sumur Batu Kec. Kemayoran Pekerjaan : karyawan swasta Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia Tgl masuk RS : 23 januari 2021 Tgl pengkajian : 26 januari 2021 B. RIWAYAT KESEHATAN 1. Keluhan utama Klien mengatakan masih merasa pusing dan demam 2. Riwayat sakit sekarang Klien mengatakan demam sejak sekitar 8 hari yang lalu. Kllien juga mengeluh batuk, pilek dan nafas sedikit sesak sejak sekitar 5 hari yang lalu. Klien mengatakan batuk sedikit berdahak berwarna putih. Klien mengatakan nyeri pada dada saat batuk. Sebelumnya klien sudah pernah berobat dan dilakukan pemeriksaan swab PCR dengan hasil positif terkonfirmasi Covid – 19. Klien mengatakan sedikit agak mual, namun tidak terasa ingin muntah. 3. Riwayat sakit sebelumnya Klien mengatakan memiliki sakit hipertensi dan sampai saat ini masih rutin mengkonsumsi obat antihipertensi. 4. Riwayat sakit keluarga Klien mengatakan bahwa diantara keluarganya tidak ada yang memiliki sakit yang sama dengan klien saat ini. 5. Riwayat alergi Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat – obatan, atau suhu ekstrem C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum Klien tampak sakit sedang dengan tingkat kesadaran compos mentis. Nilai GCS 15 2. Tanda – tanda vital TD : 150 / 90 mmHg N : 100 x / menit S : 37,8 0 C RR : 28 x / menit BB : 80 kg TB : 168 cm SPO2 : 98 % 3. Kepala, wajah, dan leher Kepala klien tampak bersih, tidak ada luka, rambut berwarna sebagian hitam dan putih, tampak berantakan. Wajah tidak ada luka, tampak simetris, tidak ada pembesaran palpebrae, konungtiva tidak tampak anemis, pupil isokor dengan refleks cahaya baik Pada leher tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada peningkatan JVP. Klien mengatakan sedikit sakit saat menelan. 4. Telinga, hidung, dan tenggorokan Telinga klien tampak kotor, tidak ada luka, tidak ada infeksi, tidak ada cairan sekret, terlihat simetris. Hidung klien tampak simetris, bersih, tidak ada luka atau perdarahan. Klien mengatakan sudah mulai bisa mencium aroma makanan. Mukosa mulut tampak berwarna merah muda, tidak ada luka, terdapat caries gigi pada gigi geraham belakang bawah kanan dan kiri. Faring tidak tampak hiperemis, uvula terletak simetris. 5. Jantung, Dada dan paru BJ I/II terdengar baik, tidak tedengar BJ III/IV, mur-mur atau bunyi tambahan lain. Dada tampak simetris, tidak ada luka, ekspansi seimbang. Suara nafas terdengar ronki pada area kanan atas. Pada saat perkusi terdengar timpani. Vokal fremitus tedengar baik. Klien tampak tidak mampu batuk efektif 6. Abdomen Tidak tampak luka pada abdomen, umbilikal simetris. BU terdengar 10 x / menit. Tidak ada nyeri tekan diseluruh area abdomen 7. Ekstermitas Tampak terpasang infus di tangan kiri. ROM terbatas pada ekstermitas yang terpasang infus, yang lain masih dapat bergerak dengan baik. Kekuatan otot baik, mampu menahan dan menarik tangan petugas. Akral teraba hangat. 8. Integumen Turgor kulit baik, tidak ada luka, CRT < 2 detik 9. Anus dan genetalia Tiak ada luka dan perdarahan dari anus dan genetalia. Tidak ada gangguan BAB dn BAK. D. DATA BIOLOGIS NO. AKTIFITAS SEHARI – HARI DI RUMAH DI RS 1. Pola makan dan minum DI RUMAH : Makan : klien makan 3 x sehari dengan menu seimbang, habis porsi sedang. Minum : klien biasa minum 1 cangkir teh manis setiap pagi sebelum berangkat kerja, dan kopi setiap habis pulang kerja. Selama ditempat kerja klien minum air putih yang disediakan di tempat kerja minimal 5 gelas per hari DI RS : Makan : klien makan 3 x sehari dengan menu sesuai dari RS berupa diet hipertensi I. Klien jarang menghabiskan porsi yang disajikan karena menurut klien rasanya kurang asin. Minum : klien hanya minum air putih sejumlah sekitar 1500 ml pehari. 2. Pola istirahat tidur DI RUMAH : Klien jarang tidur siang, karena harus bekerja. Klien tidur malam mulai pkl 22.00 – 04.00 DI RS : Klien tampak lebih banyak tidur selama di RS. 3. Pola eliminasi DI RUMAH : BAK : klien mengatakan BAK setiap 4 jam sekali setiap hari BAB : klien mengatakan BAB setiap 3 hari sekali. DI RS : BAK : klien mengatakan BAK setiap 2 jam sekali setiap hari BAB : klien mengatakan belum BAB selama dirawat. 4. Pola kebersihan diri DI RUMAH : Mandi : klien mengatakan mandi 2 x sehari Menggosok gigi : klien mengatakan 2 x sehari menggosok gigi Mencuci rambut : klien mengatakan 3 hari sekali mencuci rambut DI RS : Mandi : klien mengatakan hanya mengelap badannya selama di RS, itu pun hanya 1 x sehari. Karena klien merasa sulit untuk mandi di kamar mandi ketika terpasang infus. Menggosok gigi : klien mengatakan belum menggosok giginya selama di RS, karena masih merasa lemas untuk jalan ke kamar mandi. Mencuci ramut : klien mengatakan belum mencuci rambutnya selama di RS, karena merasa sulit untuk mencuci rambut saat terpasang infus 5. Pola rekreasi DI RUMAH : Klien mengatakan pola rekreasi selama di rumah adalah bermain dengan burung peliharaannya setiap habis pulang kerja dan di hari minggu. DI RS : Klien mengatakan hanya menonton berita di HP saat dia merasa jenuh di RS. E. DATA PSIKOLOGIS Klien mengatakan merasa cemas dengan penyakit yang dialaminya karena khawatir usianya akan berakhir sepeti berita – berita di TV terkait penyakit yang dialaminya. F. DATA SOSIAL Klien mengatakan meskipun dirawat di ruang sendiri, tapi dia tidak merasakan sepi. Karena di ruangan lain juga ada pasien yang mengalami sakit yang sama dengan klien. G. DATA SPIRITUAL Klien selalu berharap semoga Tuhan memberikan kesembuhan bagi sakit yang dialaminya H. DATA PENUNJANG I. DATA PENGOBATAN IVFD RL 20 tetes / menit Drip Vit. C 1 x 1 gr Drip Neurobion 1 x 1 amp /IV Ranitidine Inj 2 x 1 amp / IV PCT drip 2 x 1 gr / IV Amlodipine 1 x 10 mg / oral Ambroxol 3 x 1 tab / oral Avigan 2 x 3 tab / oral Isoprinosin 3 x 1 tab / oral Vit D3 1 x 1 tab / oral II. DIAGNOSA KEPERAWATAN A. ANALISA DATA NO. DATA PENYEBAB MASALAH 1. DO : 1. RR 28 x / menit 2. Terdengar ronki pada area aru kanan atas 3. Klien tampak tidak mampu untuk batuk efektif DS : 1. Klien mengatakan batuk sedikit berdahak berwarna putih Proses infeksi Akumulasi sekret berlebih hipersekresi Tidak efektif bersihan jalan nafas 2. DO : 1. S 37,8 0 C 2. RR 28 x / menit 3. N 100 x / menit 4. Akral teraba hangat DS : 1. Klien masih mengeluh demam dan pusing Invasi virus Reaksi infeksi hipertermi hipertermi 3. DO : 1. RR 28 x / menit 2. N 100 x / menit DS : 1. Klien mengatakan cemas 2. Klien mengeluh pusing Kondisi penyakit Kurang informasi Ansietas Ansietas B. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas d.d klien tidak mampu untuk batuk efektif, terdengar adanya ronki pada aea superior dada 2. Hipertermi b.d proses infeksi d.d suhu tubuh 37,8 0 C, takikardi, takipneu dan akral teraba hangat. 3. Ansietas b.d kurang terpapar infomasi d.d klien merasa cemas terhadap kondisi penyakitnya, klien mengeluh pusing, takikardia, takipneu NO. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas d.d klien tidak mampu untuk batuk efektif, terdengar adanya ronki pada area superior dada Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 jam maka bersihan jalan nafas meningkat dengan kriteria hasil : 1. Klien mampu batuk efektif 2. Rnki menurun 3. RR 12 – 20 x / menit 1. Latihan batuk efektif a. Observasi 1) Identifikasi kemampuan batuk klien 2) Monitor adanya retensi sputum b. Terapeutik 1) Atur posisi fowler 2) Pasang perlak dan nierbekken di pangkuan pasien 3) Buang sekret di tempat sputum c. Edukasi 1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk eektif 2) Menganjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan biir mencucu selama 8 detik 3) Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali 4) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ketiga d. Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian mukolitik, jika erlu 2. Manajemen jalan nafas a. Observasi 1) Monitor pola nafas (frekuensi, kealaman, usaha nafas) 2) Mnitor bunyi nafas tambahan (ronki) 3) Monitor sputum (warna, jumlah, aroma) b. Terapeutik 1) Posisikan fowler 2) Berikan minum hangat 3) Lakukan fisioterapi dada 4) Berikan oksigen, bila perlu c. Edukasi 1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml / hari 2) Ajarkan teknik batuk efektif d. Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik, ekspektoran 3. Fisioterapi dada a. Observasi 1) Identifikasi indikasi dilakukan fisioterapi dada (hipersekresi spuum) 2) Identifikasi kontra indikasi fisioterapi dada 3) Monitor status pernafasan 4) Periksa segmen paru yang mengandung sekresi berlebihan 5) Monitor jumlah dan sekresi sputum 6) Monitor toleransi selama dan setelah prosedur b. Terapeutik 1) Posisikan pasien sesuai dengan area paru yang mengalami penumpukan sputum 2) Gunakan bantal untuk membantu pengaturan posisi 3) Lakukan perkusi dengan posisi telapak tangan ditangkupkan selama 3 – 5 enit 4) Lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan rata brsamaan ekspirasi melalui mulut 5) Lakukan fisioterapi dada setidaknya 2 jam setelah makan 6) Hindari perkusi pada tulang belakang, genjal, insisi, dan tulang rusuk yang patah 7) Lakukan penghisapan lendir, jika perlu c. Edukasi 1) Elaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada 2) Anjurkan batuk segera setelah prosedur selesai 3) Ajarkan teknik inspirasi perlahan dan dalam melalui hidung selama prosedur fisioterapi dada 2. Hipertermi b.d proses infeksi d.d suhu tubuh 37,8 0 C, takikardi, takipneu dan akral teraba hangat. Setealh dilakukan intervensi selama 3 jam maka termoregulasi membaik dengan kriteria hasil : 1) Suhu tubuh membaik 2) Takikardia meningkat 3) Takipneu meningkat 4) Akrosianosis meningkat 1. Manajemen hipertermi a. Observasi 1) Identifikasi penyebab hipertermi 2) Monitor suhu tubuh 3) Monitor kadar elektrolit 4) Monitor haluaran urine 5) Monitor komplikasi akiat hipertermi b. Terapeutik 1) Sediakan lingkungan yang dingin 2) Longarkan atau lepaskan pakaian 3) Basahi / kipasi permukaan tubuh 4) Berikan cairan oral 5) Ganti linen setiap hari atau lebih sering, jika mengalamai hiperhidrosis 6) Lakukan pendinginan eksternal 7) Berikan oksigen c. Edukasi 1) Anjurkan tirah baring d. Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intra vena 2. Edukasi termoregulasi a. Obsevasi 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi b. Terapeutik 1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 3) Berikan kesempatan bertanya c. Edukasi 1) Ajarkan kompres hangat, jika demam 2) Anjurkan penggunaan pakaian yang dapat menyerap keringat 3) Anjurkan pemberian antipiretik, sesuai indikasi 4) Anjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman 5) Anjurkan memperbanyak minum 6) Anjurkan peggunaan pakaian yang lnggar 3. Ansietas b.d kurang terpapar infomasi d.d klien merasa cemas terhadap kondisi penyakitnya, klien mengeluh pusing, takikardia, takipneu Setelah dilakukan intevensi selama 3 jam maka tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil : 1. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun 2. Keluhan pusing menurun 3. Takikardi menurun 4. Takipneu menurun 1. Reduksi ansietas a. Observasi 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 2) Identifikasi kemampuan mengambil kepputusan 3) Monitor tanda – tanda ansietas b. Terapeutik 1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan 2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan 3) Pahami situasi yang membuat ansietas 4) Dengarkan dengan penuh perhatian 5) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan 6) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan 7) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang c. Edukasi 1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang akan dialami 2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis 3) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi 4) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan 5) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat 6) Latih teknik relaksasi d. Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian obat anti – ansietas, jika perlu 2. Dukungan keyakinan a. Observasi 1) Idenyifikasi keyakinan, masalah, dan tujuan perawatan 2) Identifikasi kesembuhan jangka panjang sesuai kondisi pasien 3) Monitor kesehatan fisik dan mental pasien b. Terapeutik 1) Integrasikan keyakinan dalam rencana perawatan sepanjang tidak membahayakan / beresiko keselamatan, sesuai kebutuhan 2) Berikan harapan yang realistis sesuai prgnosis 3) fasilitasi pertemuan antara keluarga dan tim kesehatan untuk membuat keputusan 4) fasilitasi memberikan mkana terhadap kondisi kesehatan c. Edukasi 1) Jelaskan bahaya atau resiko yang terjadi akibat keyakinan negatif 2) Jelaskan alternatif yang berdampak positif untuk memenuhi keyakinan dan perawatan 3) Berikan penjelasan yang relevan dan mudah dipahami

Jumat, 08 Mei 2020

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSA : CAIRAN DAN ELEKTROLIT (BAGIAN - 4)

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : CAIRAN DAN ELEKTROLIT

(BAGIAN - 4)




1.      Implementasi gangguan ketidak seimbangan cairan dan elektrolit tubuh
a.       Koreksi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
1)      Penggantian cairan secara enteral
a)      Asupan cairan oral

Dilakukan pada pasien yang mengalami :
(1)   muntah, tidak mengalami kehilangan cairan dalam jumlah yang sangat besar, atau tidak mengalami obstruksi  mekanis dalam saluran gastro intestinal, kecuali jika dikontra indikasikan.
(2)   Klien yang tidak mampu mentoleransi makanan padat, tetapi masih dapat mentoleransi menelan cairan.
(3)   Penyakit – penyakit ringan, seperti diare, infeksi saluran nafas, dan juga demam
(4)   Klien yang baru pulih dari anestesi atau bedah saluran gastro intestinal

b)      Asupan cairan Naso Gastrik Tube

Sangat tepat diberikan pada pasien :
(1)   Tidak mampu menelan
(2)   Setelah bedah oral
(3)   Reflex menelan mengalami kerusakan

2)      Penggantian cairan secara parenteral
a)      Nutrisi parenteral total (NPT)

Merupakan nutrisi dalam bentuk larutan hipertonik yang adekuat, terdiri dari glukosa dan nutrient lain serta elektrolit yang diberikan melaluui kateter intravena sentral atau kateter intravena menetap

b)      Terapi cairan dan elektrolit intravena (terapi intravena atau infus)

Bertujuan untuk mengkoreksi atau mencegah gangguan cairan dan elektrolit.
Peran perawat dalam pemberian terapi cairan intravena :
(1)   Identifikasi larutan yang benar

Kategori larutan elektrolit : isotonic, hipertonik, hipotonik.

(2)   Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan

Peralatan standar terapi cairan intravena :
(a)          Larutan intravena yang akan diberikan (cairan infus)
(b)         Selang intravena (selang infus)
(c)          Jarum infus (kateter intravena )
(d)         Cairan antiseptic (alcohol dan betadine)
(e)          Tourniquet
(f)          Balutan infus (kassa)
(g)          Handscoon steril
(h)         Papan penopang lengan, jika perlu

Prinsip pungsi vena pada pemasangan infus, pertimbangan kondisi, peringatan, dan kontra indikasi pungsi vena)  :
(a)    Gunakan ekstermitas yang tidak dominan
(b)   Pertama harus cari vena distal, kemudian daerah proksimal
(c)    Pada pasien lansia dan anak – anak :
·         hindari pungsi vena pada daerah vena yang mudah bergeser dan rapuh, misalnya vena daerah permukaan dorsal tangan.
·         Gunakan kateter IV dan jarum IV dengan ukuran yang paling kecil (24 atau 26)
·         Gunakan tourniquet dengan tekanan minimal
·         Cegah terjadinya perobekan kulit dengan meminimalkan penggunaan plester.
(d)   Pungsi vena di kontra indikasikan pada kondisi sebagai berikut :
·         Memiliki tanda – tanda infeksi, berwarna merah, kenyal, bengkak, dan kemungkinan hangat saat disentuh
·         infiltrasi, sudah di pungsi berulang kali, atau
·         trombosis
(e)    Tempat pungsi vena paling umum adalah tangan dan lengan. Penggunaan pungsi vena pada kaki biasanya dilakukan pada pasien pediatric.

(3)   Memahami prosedur yang benar
(4)   Mengatur dan mempertahankan system pemberian terapi cairan intravena yang benar

Menghitung jumlah tetesan infus :




(5)   Mengidentifikasi dan mengoreksi masalah serta menghentikan terapi cairan intravena

Menghentikan terapi intravena :
(a)    Jumlah cairan yang diprogramkan telah terpenuhi
(b)   Terjadi infiltrasi,
(c)    Terjadi flebitis, atau
(d)   Terjadi thrombus di ujung kateter IV

Komplikasi terapi intravena :
(1)   Infiltrasi, terjadi ketika cairan IV memasuki ruangan subkutan disekeliling tempat pungsi vena. Tandanya tumor dan palor (penurunan sirkulasi) didaerah sekitar tempat pungsi. Nyeri juga dapat timbul.
(2)   Flebitis, adalah peradangan vena yang disebabkan oleh kateter IV atau iritasi zat adiktif dan obat – obatan yang diberikan secara intravena. Tandanya nyeri, peningkaan suhu kulit di atas vena, kemerahan daerah insersi.
(3)   Beban cairan berlebih, dapat terjadi pada saat klien menerima pemberian larutan yang terlalu cepat. Temuan yang diperoleh adalah berupa dyspnea, suara crackel di paru – paru, dan takikardi.
(4)   Perdarahan, terjadi pada pasien yang mendapat terapi tambahan Heoarin atau mengalami gangguan pembekuan darah.
(5)   Infeksi , disebabkan kontaminasi system IV, tempat pungsi, atau larutan itu sendiri.

c)      Penggantian darah (transfuse)

Penggantian darah atau transsfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau komponen darah seperti plasma, sel darah merah kemasan, atau trombosit melalui jalur IV.
Tujuan transfuse darah :
(1)          Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma, atau perdarahan
(2)          Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien yang menderita anemia berat
(3)          Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi penganti (misalnya factor – factor pembekuan – plasma untuk membantu mengontrol perdarahan pada klien penderita hemophilia)

Golongan dan tipe darah :

Golongan darah adalah ilmu pengklasifikasian darah dari suatu kelompok berdasarkan ada atau tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan membran sel darah merah. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah tersebut.
Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh).
Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian

Sistem golongan darah ABO ini ditemukan oleh Karl Landsteiner pada tahun 1901, di mana dia menerima Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1930.
Golongan darah ABO juga terdapat dalam beberapa hewan lainnya seperti hewan pengerat dan kera, termasuk simpanse, bonobo, dan gorila.
Pada sistem ABO, golongan darahnya ditentukan oleh aglutinogen dan aglutinin.
Aglutinogen adalah jenis protein yang dapat menggumpal (aglutinasi) dan terdapat pada eritrosit.
Aglutinin adalah jenis serum antibodi yang dapat menggumpalkan aglutinogen. Aglutinin terdapat pada plasma darah.

Baik Aglutinogen maupun aglutinin terbagi menjadi 2 jenis.
Aglutinogen terbagi menjadi aglutinogen A dan aglutinogen B, sedangkan aglutinin terbagi menjadi α danβ. 
Aglutinin α menggumpalkan aglutinogen A dan aglutinin β menggumpalkan B.

Ada beberapa catatan penting yang harus diingat !!!!
Golongan darah O adalah donor universal, sedangakan golongan darah AB adalah resipien universal.
Artinya adalah, Golongan darah O (donor universal) dapat mendonorkan darahnya ke semua golongan darah dan hanya bisa mendapat transfuse donor dari golongan darah O saja.
Sedangkan golongan darah AB (resipien universal hanya dapat mendonorkan darahnya ke golongan darah AB saja, namun dapat menerima transfuse donor dari golongan darah apa saja.

Ada sedikit informasi penting terkait sistem golongan darah rhesus ini.
Apabila seorang perempuan dengan rhesus negatif menikah dengan laki-laki rhesus positif, maka ketika perempuan tersebut mengandung anak dengan rhesus positif untuk pertama kalinya maka tidak akan terjadi apapun pada bayinya.
Akan tetapi, jika perempuan tersebut mengandung bayi dengan rhesus positif untuk kedua kalinya, maka akan terjadi Eritroblastosis fetalis pada bayinya karena antibodi ibu yang sudah terbentuk akan menggumpalkan antigen yang ada darah bayi. Efeknya, antibodi ibu akan memakan darah bayi dan bayi yang dilahirkan akan mengalami anemia akut.









Sistem golongan darah ABO digunakan untuk menunjukkan adanya salah satu, keduanya, atau tidak satu pun dari antigen A dan B dalam eritrosit.
Suatu ketidakcocokan yang sangat jarang (dalam kedokteran modern) dalam hal ini, atau serotipe lainnya, dapat menyebabkan reaksi yang serius, berpotensi fatal, dan reaksi berbahayasetelah transfusi, atau respons imun kontraindikasi terhadap transplantasi organ.  
Antibodi anti-A dan anti-B yang terkait biasanya antibodi IgM, yang dihasilkan pada tahun-tahun pertama kehidupan melalui sensitisasi terhadap zat-zat yang berhubungan dengan lingkungan, seperti makanan, bakteri, dan virus.

Proses transfuse darah atau komponen darah merupakan prosedur keperawatan. Perawat bertanggung jawab untuk mengkaji sebelum dan selama transfuse serta mengatur transfuse yang dilakukan.

Apabila klien terpasang selang IV, perawat harus mengkaji tempat pungsi vena untuk melihat adanya tanda infeksi atau infiltrasi.
Perawat juga harus menentukan bahwa kateter IV yang digunakan berukuran 18 – 19 G. selang kateter IV berukuran ini dapat meningkatkan aliran karena molekul darah dan komponennya lebih besar dari molekul cairan IV.
Selang kateter IV berukuran besar juga dapat mencegah hemolysis.
Perawat harus memastikan bahwa selang IV untuk transfuse memiliki filter didalamnya dan harus di bilas hanya dengan cairan Normal Salin 0,9 %.
Pemakaian larutan IV lain akan menyebabkan hemolysis.

b.      Koreksi ketidak seimbagngan asam – basa
Pemeriksaan Analisa Gas Darah Arteri.